NASEHAT DARI ORANG PKS UNTUK ORANG PKS
Ini sekedar nasehat bagi yang mau menerima ... Moga Allah beri hidayah
---
Berikut ini ceramah salah seorang Doktor yang sangat menginginkan
kebaikan bagi saudara-saudaranya -yang kini telah mabuk dengan khamr
demokrasi-, sungguh sebuah kejujuran dan pengakuan yang tulus dari
seorang tokoh pergerakan mengenai rusaknya manhaj haraki dalam mengatasi
problematika umat di negeri ini… Allahul musta’an.
Dr. Daud Rasyid MA -semoga Allah menambahkan petunjuk kepadanya- (KIK Al Hikmah tanggal 16 November 2008)
Ba’da tahmid wa sholawat
Ayyuhal muslimuun, ikhwah fillah yang dirahmati Allah, syukur
alhamdulillah yang tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah
SWT -subhanahu wa ta’ala- yang masih meneguhkan semangat kita walaupun
dari sana sini SMS ataupun panggilan ataupun lobi-lobi untuk orang-orang
tertentu agar tidak ikut dan tidak berhubungan dengan forum kader
peduli, tetapi ternyata alhamdulillah ana lihat mesjid ini, dari sejak
pertemuan yang lalu bahkan makin penuh. Ada apa ini, antum ini semua?
Makin ditakut-takuti makin penuh, makin banyak yang hadir. Sebenarnya
ini menunjukkan sebuah kerinduan kepada asshoolatudda’wah (orisinalitas
dakwah).
Kita ingin kembali kepada materi-materi yang dulu kita
pelajari sejak awal. Al walaa-u lillaah, al baroo’ ‘an kulli
ath-Thowaghit. Berpihak kepada Allah. Innama waliyyukumullaahu
warrasuuluhu walladziina aamanu, sesungguhnya wali kamu itu adalah
Allah, rasulNya dan orang-orang beriman.
Sekarang sudah
menjadikan pahlawan orang-orang yang tak jelas arah hidupnya. Dijadikan
sebagai tokoh, sebagai wali. Diangkat nama-nama orang yang dalam sejarah
telah tercatat permusuhan mereka itu kepada Islam.
Kenapa dulu
syari’at Islam terganjal pada tahun 45? Dalam Piagam Jakarta, kita
semua tahu sejarah. Padahal pada waktu diproklamasikannya itu
kemerdekaan, dasar-dasar daripada negara ini, itu didasarkan kepada
Undang-undang Dasar 45 yang mengacu kepada Piagam Jakarta. Yang intinya,
ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Tanggal 18, sehari, berubahlah itu, dicoretlah itu. Oleh siapa? Kelompok
nasionalis yang kita tahu siapa. Mereka inilah yang ditokohkan sebagai
pahlawan sekarang dan dalam iklan-iklan di televisi itu.
Jadi
kita ini berubah 180 derajat, dari sebuah jama’ah (kelompok) umat Islam
yang ingin mengerahkan wala’ nya kepada Allah menjadi berwala’ kepada
syaithon dan thowaaghiit. Na’udzubillaahi min dzalik. Kita tidak mau.
Saya yakin inilah yang mendasari kehadiran antum.
Sebenarnya
ikhwah fillah, ana mencium perubahan ini sudah sejak awal, pada waktu
adanya mukernas di Depok, di mana diundang berorasi bekas musuh kita —
yang sudah meninggal — tokoh sekuler di Indonesia. Antum masih ingat?
Disuruh, diminta, dihormati, diagungkan untuk berorasi. Saya tidak perlu
sebut nama, karena antum semua sudah tahu, betul ndak?
Pada
waktu itu hari Jum’at. Ana gak habis pikir, pusing kepala. Apa dasarnya
ini orang diundang? Yang dulu kita ludahi, yang dulu kita hujat sebagai
tokoh sekuler, tiba-tiba disambut, dihormati, diagungkan seperti guru.
Laa hawla wala quwwata illa billaah. Pada saat itu betul-betul ana,
secara pribadi, hati ini tersayat-sayat. Seperti meludah, dijilat
kembali ludahnya.
Oleh karena itu, pada saat itu, ana ingat
kembali ini ceritanya. Begitu dia naik, ana langsung keluar. Ditahanlah
ana oleh tiga orang. “Ustadz, ustadz, tunggu dulu, sebentar saja
ustadz!”
“Oh tidak ada. Tidak pantas bagiku untuk menghormati, menghadapi muka orang yang dulu memusuhi Islam. “
Waktu itu dia diagungkan, dijadikan rujukan sebagai bapak intelektual
Indonesia. Dan seperti orang yang mengilhami gerakannya yang disebut
dengan partai da’wah.
Dari situ saja, waktu itu, saya sudah
mulai membayangkan, ini bagaimanapun ke depannya akan menjadi kelompok
sekuler. Sudah mulai hilang rambu-rambu yang dipelajari, al walaa-u
lillaah. Maka hari demi hari makin menunjukkan. Betul kata salah seorang
ikhwah kita di dalam forum SMS itu, hari-hari ini belakangan terus akan
memberitahukan kepada engkau, apa yang dulunya engkau tak tahu. Apa
yang dulunya masih tertutup rahasia, hari ke depan akan makin lama makin
tersingkap rahasia tabir-tabir yang dulu tersembunyi.
Kita
mengira bahwa kita itu berjalan di atas sebuah thariiqudda’wah yang
shahihah, thariiqul anbiya wal mursaliin, ‘ibadatullaahi wahdah, al
kufru liththaghuut. Tetapi ternyata belakangan kitapun diajak berdamai,
cair, lemah lembut. Menunjukkan wajah yang senyum kepada orang-orang
mujrimin yang menghancurkan negara ini, yang menjual negara ini. Kitapun
disuruh untuk berbaik-baik kepada mereka. Bagaimana mungkin seorang
kader da’wah bisa menerima seperti itu?
Oleh karenanya ikhwah
fillaah rahimakumullaah, mari kita tetap berpegang. Perbanyak antum
tilawatil Qur’an, insyaAllah orang-orang yang terus senantiasa berpegang
kepada kitabullah, ini tidak akan mau tergelincir. “Laa tajtami’u
ummati ‘ala dhalaalah”, kata nabi kita SAW -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- . “Tidak akan mungkin ummatku bersatu dalam sebuah kesesatan.”
Jadi mudah-mudahan kita ini penyelamat agar saudara-saudara kita yang
lain tidak sampai sesat. Kita ini sebagai pengontrol mereka. Sekali lagi
kita ingin tegaskan, kita ini bukan mau merebut sebuah qiyadah. Apa
yang mau direbut? Kita ndak punya kemampuan apa-apa. Kita ini bukan mau
mengganjal, kita ini bukan mau menggagalkan, tidak. Tetapi jalan da’wah
yang sudah dari awal dibangun secara benar, ini jangan sampai miring,
seperti orang yang mabuk, tidak lihat jelas jalannya yang mana yang
harus ditempuh, ke kiri atau ke kanan. Kita tidak mau seperti itu,
karena semuanya kita ini punya patokan, punya dasar kitabullah, sunnah
rasulillah. Tidak akan lahir mujtahid-mujtahid baru yang akan mempunyai
ta’wil-ta’wil untuk menjustifikasi kebijakan-kenijakan yang nyeleneh dan
kontroversial. Tidak bisa itu, dan itu tidak akan kita biarkan. Dan
kalau kita tetap dituduh sebagai orang-orang yang ingin menggembosi,
yang ingin menciptakan jama’ah baru, biarlah mereka nanti tahu bahwa
kita tidak punya keinginan untuk membuat apa-apa yang baru. Kita hanya
ingin meluruskan jalan yang sudah ada.
Oleh karenanya mereka
seharusnya membuka hati dan harusnya mereka itu berterimakasih ada yang
mengingatkan. Kan begitu seharusnya? Mereka harusnya ruju’ kepada yang
benar. Berterimakasih, bukan justru menteror, beberapa saudara kita
diteror lewat SMS, dan seterusnya dan seterusnya. Maka oleh karena itu,
kita tidak akan berhenti dalam menegakkan amal amru bil ma’ruf wan nahi
‘anil munkar, kapanpun dan di manapun.
Dan kita yakin,
insyaAllah, dengan do’a-do’a kita, kita berdo’a agar ikhwah kita akan
kembali seluruhnya ke jalan yang benar. Dan kita tidak perlu berdo’a
agar mereka celaka, tidak. Mereka itu sedang menghadapi sebuah cobaan
yang disebut dengan dunia. Supaya mereka sadar akan cobaan itu, dan
tidak larut tergelincir, akhirnya mereka pun terpental dari jalan
da’wah. Nanti, akhirnya yang disebut oleh Said Hawwa,al mutasaqithuuna
fii thariiqidda’wah, jangan dibalik, jangan dibilang kita ini
orang-orang yang berguguran di jalan da’wah. Sekarang ada pemutarbalikan
istilah, orang lurus dibilang bengkok, yang bengkok dibilang lurus. Ini
berarti kacamata sudah tidak benar. Kalau kacamata sudah tidak benar,
itu memang betul. Hitam kelihatan putih, putih kelihatan hitam.
Jadi oleh karenanya, sekali lagi, mari kita tamassuk bi kitabillaah.
Apa yang dulu biasa kita lakukan, tilawatil Qur’an adalah merupakan
tugas seorang akh untuk berusaha mengkhatamkan Qur’an itu minimal satu
bulan sekali. Ini adalah tugas-tugas kita sebagai akh di dalam jama’ah
ini. Begitu juga ikhwah, kita menghidupkan sunnah, jangan kita anggap
kecil, sepele sunnah-sunnah. Sunnah-sunnah nabi itu semuanya mulia.
Rasulullah sudah berpesan kepada kita, jangan kamu anggap sepele.
“Taroktu fiikum Amroini, Maa intamassaktum bihima Lan tadhillu ba’di
abada”. Biar orang lain menyepelekan sunnah, menganggap bahwa dirinya
sudah berubah, kita sudah maju, kita sudah meninggalkan masa lalu.
Oh tidak, kita tetap katakan, kita ini tetap dulu seperti yang dulu
juga. Kapanpun dan di manapun kita hidup, tetap saja manhaj yang kita
pakai manhaj yang lama. Manhajudda’wah anbiya wal mursaliin yang
mengajak orang kepada ‘ibadatullaah, al waahidil qahhaar. Ikhwah fillah
rahimakumullah, kalaupun awalnya kita mau berpartai tujuannya adalah
untuk mengajak orang menyembah Allah, bukan mau mencari kekuasaan. Tak
ada gunanya mencari kekuasaan. Apa gunanya kekuasaan kalau akhirnya
membuat kita celaka. Karena Allah pun mengatakannya dalam al Qur’an
“Wa ‘adallaahulladzina amanu minkum wa ‘amilushshaalihaati,
layastakhlifannahum fil ardhi, kamastakhlafalladzina min qablihim, wa
layumakkinanna lahum diinahumulladzirtadha lahum, wa layubaddi lannahum
min ba’di khawfi him amna ; ya’buduunani la yusyrikuuna bi syai-an”
Allah menjanjikan kepada orang beriman dan beramal sholeh. Antum ndak
usah ribut, pusing kepala cari kekuasan. Itu sudah janji Allah, akan
dikasihnya. Ndak usah sampai kamu mengorbankan idealisme menjual
tokoh-tokoh orang. Akhirnya sekarang yang punya tokoh pada marah semua.
Malu tidak itu? Malu sekali. NU nya marah, Muhammadiyahnya marah, orang
nasionalisnya marah. Sudah tidak ada harga diri lagi. Tokoh orang
disanjung-sanjung seolah-olah tidak punya tokoh kamu itu.
Padahal kita itu, qudwatuna Rasulullah SAW -shallallahu ‘alaihi wa
sallam-. Kita tidak perlu kepada tokoh-tokoh. Semua tokoh itu ada
cacatnya, betul tidak? Yang bersih dari cacat Rasulullah SAW
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kenapa kamu sibuk menokohkan orang?
Semua mereka itu punya cacat, yang cacatnya itu tidak tanggung-tanggung.
Oleh karenanya, kita kembali kepada manhaj, Allaahu ghayatuna, warrasul
qaa’iduna. Rasulullah itu pemimpin kita yang insyaAllah tidak akan ada
sesuatu yang negatif pada diri Rasulullah SAW -shallallahu ‘alaihi wa
sallam-. Kenapa kita sibuk mencari tokoh di luar tokoh yang sudah
diajarkan kepada kita?
Kembali kepada ayat yang tadi, Allah
menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal sholeh, akan
diberinya kekuasaan. Nah ini dia… Jadi kamu tidak usah pusing, sibuk,
menjilat ke sana ke mari mencari perhatian orang. Ada pepatah Arab,
“Kullun yadda’i hubban bi Laila, wa Laila la tuqirru bi wahid”, Semua
laki-laki mengatakan Laila cinta pada saya, tetapi Laila tidak pernah
mengakui satu orangpun diantara mereka. Malu sekali.
Jadi Allah
akan memberikan yang namanya kekuasaan itu, layastakhlifannahum,
istikhlaaf, sebagaimana yang diberikannya kepada ummat sebelum kamu, wa
layumakkinanna lahum diinahumulladzirtadha lahum, akan memberikan
tamkiin, akan memantapkan posisi diin ini di muka bumi, kemudian wa la
yubadilannahum min ba’di khawfi him amna, akan diganti Allah rasa takut
menjadi rasa aman, tapi syaratnya apa? ya’buduunani la yusyrikuuna bi
syai-an.
Sekarang kita itu sudah mulai menyerempet-nyerempet ke
syirik, betul tidak? Mengakui nasionalisme yang dibuat oleh orang-orang
nasionalis yang tidak mengenal Allah, yang tidak bertauhid kepada Allah
Ta’ala. Jadi kita sudah mulai nyerempet ke situ. Yang tadinya faham
tentang tauhid, yang tadinya memusuhi syirik tapi sekarang sudah
berubah. Bagaimana kita mau mendapatkan kekuasaan dari Allah Ta’ala?
Yakin ana gak bakalan. Tidak bakal dikasih Allaah Ta’ala itu. Karena
sudah dikatakan demikian, “ya’buduunani la yusyrikuna bi syai-an”.
Mereka menyembah Aku dan tidak mensekutukan Aku dengan segala sesuatu
apapun.
Oleh karena itu, apapun namanya kita ini, mau jam’iyah
mau jama’ah mau hizbiyyah, tugas kita adalah mengajak orang untuk
‘ibadatillaahi wahdah. Sekarang sesudah jadi partai, berani gak mengajak
orang ke tauhid? Berani gak mengajak orang supaya menyembah Allah?
Tidak berani. Sesudah jadi partai akan berbicara dengan bahasa-bahasa
politik.
Dipikir mereka, mereka akan bisa diberikan Allah
kekuasaan. Oh tidak. Jadi selama kita tidak menempuh jalur, manhaj,
cara, thariiqah yang dilakukan oleh para pendahulu kita dari ummat ini,
maka Allah tidak akan kasih. Kalaupun dikasihNya nanti, ya kekuasaan
yang akhirnya menghancurkan kita. Ada yang mau? Saya yakin semua kita
tidak akan mau. Gara-gara kekuasaan iman kita tergadai. Gara-gara
kekuasaan aqidah kita larut. Gara-gara kekuasaan yang haram menjadi
halal. Tidak, lebih bagus kita tidak punya kekuasaan
Ikhwah
fillah rahimakumullah, jadi pertemuan kita ini sebenarnya ingin
menghidupkan kembali apa yang dulu, yang biasa kita pelajari.
Syahadatain, memantapkan makna syahadatain itu kembali. Di mana lagi ada
pengertian ilaah al marghuub fihi? Sudah ndak ada lagi itu
materi-materi seperti itu. Pertemuan-pertemuan hanya dicekoki dengan
pilkada di sini, pilkada di sana, menghadapi 2009, yang tidak ada
hubungannya dengan keimanan.
Oleh karenanya banyak para ikhwah
itu mengeluh, datang ikut liqo tetapi iman tidak terasa bertambah.
Bahkan pulang liqo, pusing kepala. Kalau dulu datang liqo, pulang,
semangat keimanan membara, kecintaan kepada Allah SWT -subhanahu
wata’ala-. Sehingga habis malam itu dihabiskan untuk sujud kepada Allah
dan berdiri di hadapan Allah. Sekarang, karena terlalu larut malam
membicarakan masalah agenda-agenda, pulang tengah malam, tidur, subuhpun
lewat. Apakah begitu kader da’wah?
Jadi oleh karenanya ikhwah
fillah rahimakumullah, biarpun sebagian saudara kita menuduh ini sebuah
upaya untuk menggembosi, kita katakan kepada mereka, tidak ada
penggembosan. Yang ada adalah penyadaran. Ana, antum semua, mari kita
sama-sama menyadarkan saudara-saudara kita yang sedang larut dengan
dunia. Kembalilah wahai ikhwah ke jalan yang benar, dan kami semuanya
saudaramu. Tidak ada keinginan diantara kami untuk memecah-belah dan
untuk menimbulkan permusuhan. Apabila kembali jama’ah ini kepada khithah
yang aslinya, insyaAllah, Allah akan memberikan kemenangan itu di luar
yang kita perhitungkan.
Allaahu akbar!
Catatan :
Tulisan ini bisa dibaca di buku Pak Hartono Ahmad Jaiz ‘Rekayasa
Pembusukan Islam’, penerbit Nahimunkar. Dan ia bersumber dari milis dan
blog kader-kader PKS sendiri, di antaranya Forum Kader Peduli. Insya
Allah bisa dipercaya keotentikannya.
Sumber:
http://penyesatumat.wordpress.com/2009/04/27/nasehat-dari-orang-pks-untuk-orang-pks/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar