Senin, 31 Maret 2014

BAGAIMANA CARA MENDAPATKAN PEMIMPIN YG BAIK ?

Bismillahirahmanirrahim..
Alhamdulillahirabbil `alamin, wassholatuwassalamu`ala asyrofil anbiyai wal mursalin, wa `ala alihi washohbihi ajma`in..
Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan islam sebagai agama kita, dan dijadikannya Muhammad sebagai suri tauladan kita dalam bertindak dan beramal.

Di pagi ini, kita akan membahas sebuah masalah yang sangat penting berkaitan dengan pemimpin. Ada suatu pernyataan yang sudah banyak terlontar di masyarakat kaum muslimin melalui jejaring sosial tentang Jokowi yang akan membuat negara ini menjadi negara kafir ( kita berlindung kepada Allah dari hal ini ), pernyataan tersebut adalah,

•HATI-HATI DALAM MEMILIH PEMIMPIN•

"Di Solo Jokowi mewariskan pemimpin KAFIR, di Jakarta Jokowi juga mewariskan pemimpin KAFIR, dan selangkah lagi Jokowi akan KAFIRKAN Indonesia."

(Ust. Bachtiar Nasir)

Komentar:

Jika PDIP menang dan Jokowi jadi presiden, maka kemungkinan yang jadi Menteri Agama adalah DEDENGKOT SYIAH Jalaludin Rahmat.

Jika hal itu terjadi, maka ahlussunnah siap-siap saja menjadi "bulan-bulanan".

Lantas bagaimana sikap kita terhadap hal ini ?
Baiklah, insyaallah masalah ini akan kita bahas dengan sedetail -detailnya, dan semoga Allah merahmati tulisan ini, dan menjadikannya penerang bagi kaum muslimin yang masih ditimpa keraguan. Mari kita bahas bersama...

Pemimpin Itu Cerminan Rakyatnya
Pertama, masalah inilah yang harus diketahui oleh umat muslim secara keseluruhan. Pemimpin merupakan seseorang yang bertugas mengemban tugas kepemimpinan dan tanggung jawab atas rakyatnya, dan tentulah sikap dan tanggung jawab pemimpin itu sangat tergambar jelas dari sikap dan tanggung jawab rakyatnya. Karena bagaimana pun pemimpin dan rakyat itu punya sebuah hubungan yang sangat berkaitan. Mengenai hal ini,
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan,

“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.

Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala."

Dalam Syarh Riyadh Al-Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin berkisah tentang kaitan erat antara pemimpin dan rakyat, dan bahwa pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya. Beliau rahimahullah berkata,

"Seorang khalifah dari dinasti Bani Umayyah mendengar perkataan buruk rakyatnya tentang khilafah yang dipimpinnya. Karena hal itu, sang khalifah mengundang dan mengumpulkan para tokoh dan orang-orang yang berpengaruh dari rakyatnya. Dalam pertemuan itu khalifah berkata, “Wahai rakyatku sekalian! apakah kalian ingin aku menjadi khalifah seperti Abu Bakar dan Umar?. Mereka pun menjawab, “ya”. Kemudian khalifah berkata lagi, “Jika kalian menginginkan hal itu, maka jadilah kalian seperti rakyatnya Abu bakar dan Umar! karena Allah Subhanahu wa ta’ala yang maha bijaksana akan memberikan pemimpin pada suatu kaum sesuai dengan amal-amal yang dikerjakannya. Jika amal mereka buruk, maka pemimpinnya pun akan buruk. Dan jika amal mereka baik, maka pemimpinnya pun akan baik."

Telah jelaslah dalam kisah tersebut bahwa jika kita menginginkan pemimpin yang baik, hendaklah kita memperbaiki amalan kita, dan memperbaiki kualitas ibadah kita kepada Allah. Sebagaimana juara umum yang hanya akan diperoleh jika seseorang tersebut benar - benar belajar dengan tekad kuat dan bersungguh -sungguh, begitu juga lah pemimpin yang baik, hanya kan diperoleh dengan mengerjakan amalan kebaikan dengan sungguh - sungguh. Sebagaimana juga firman Allah ta`ala,

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’d: 11)

Hal senada dengan pernyataan Ibnul Qayyim, dan Khalifah dari Bani Umayyah tersebut juga telah pernah sebelumnya dilontarkan oleh Sahabat rasulullah yang mulia, ‘Ali bin Abi Thâlib radhiallahu'anhu.

Pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Thâlib radhiallahu'anhu ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah, sedangkan pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar tidak?” ‘Ali radhiallahu'anhu menjawab, “Karena pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar yang menjadi rakyatnya adalah aku dan Sahabat yang lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian.”

Jadi, pada poin pertama ini, telah jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya Allah dengan segala hikmahnya, hanya akan menganugerahkan pemimpin yang shalih jika rakyatnya pun mau mempershalih diri mereka. Jika kita tidak mau pemimpin kita seorang yang kafir, maka sebagai rakyat kita seharusnya mengintrospeksi diri kita agar tidak melakukan tidakan kekafiran pula, seperti meninggalkan shalat, durhaka pada orang tua, tidak menyayangi anak, istri, serta keluarga, bergantung pada jimat, menyembah kuburan, dan berbagai bentuk tindakan kemaksiatan lainnya.

Bolehkan Ikut Pemilu ?
Nah, pada poin yang kedua ini kita akan membahas tentang salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan pemimpin yang baik atau tidak baik. Baiklah, pada poin ini akan kita bahas 2 masalah penting, yakni, pertama, isu bahwa jika kita tidak ikut pemilu, maka yang akan naik ke kursi pemerintahan adalah orang kafir, dan yang kedua, tentang sebagian ahlussunnah yang tidak mau ikut pemilu karena menganggap bahwa demokrasi bukan merupakan syari`at islam, dan hukum ikut pemilu adalah haram. Kedua maslah ini memang tampaknya sangat bertolak belakang, namun, sungguh keduanya memiliki keterkaitan.

Sebagian kaum muslimin, berfikri bahwa jika kita tidak ikut pemilu, maka yang akan naik ke kursi pemerintahan adalah orang kafir. Baik, secara logika kita dapat menerima hal ini. Namun sebagaimana telah kami jelaskan pada poin pertama, bahwa sesungguhnya pemimpin itu adalah cerminan dari rakyatnya. Sebagaimana dalam memilih jodoh, walaupun seorang muslim itu tidak bersusah payah melakukan sesuatu yang bernama "pacaran", namun ternyata dengan izinNya, Allah akan tetap memberikan mereka seorang jodoh sesuai dengan amal perbuatan mereka. Sebagaimana Allah azza wa jalla berfirman,

“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Padahal, kalau kita fikir dengan logika, bukankah pacaran itu akan mempermudah seseorang dalam memilih jodoh serta dalam mempelajari sifat pasangan agar kelak tidak menyesal setelah pernikahan ? Nah, sungguh, ilmu Allah itu sangat luas dan ilmu kita tidak ada apa - apanya. Ilmu kita itu hanya bagaikan cahaya lampu yang bersinar di bawah matahari yang terik jika dibandingkan dengan ilmu Allah. Tanpa pun kita bersusah - susah memikirkan pemilu dan siapa calon yang akan kita pilih, sungguh Allah lah yang akan memilihkan pemimpin itu bagi kita, bukankah begitu ? Sebenarnya yang mengatur dunia ini kita atau Allah ? JIka kita anggap kita yang mengatur dunia ini maka sungguh kita telah kufur terhadap kemahakuasaan Allah.

Maka dari itu, jika kita ingin memiliki seorang pemimpin yang baik dan shalih, jadilah kita rakyat dan baik dan shalih.

Kemudian, kita akan membahas masalah yang kedua, yakni tentang sebagian ahlussunnah yang mengharamkan ikut pemilu dikarenakan pemilu itu bukan merupakan syariat islam. Tidak kita pungkiri, dalam hidup ini kita juga butuh usaha, kemudian sisanya kita serahkan pada sifat tawakkal kita pada Allah. Ada sebagian kaum muslimin yang berpendapat bahwa pemilu itu haram dan tidak boleh, memang banyak dari para ulama, terutama ulama dari Yaman yang memfatwakan hal ini, dan kita hargai hal itu, karena ijtihad mereka juga bersumber dari Al qur`an dan sunnah rasulullah. Namun, jika kita balikkan hal ini pada mereka yang tidak ingin mkendapatkan pemimpin seorang kafir, maka hendaklah mereka memilih pemimpin yang beragama islam, walaupun nyatanya setelah berapa tahun negara kita dikomandoi oleh pemimpin islam, tetap saja syari`at islam secara keseluruhan tidak tegak di negara kita. Mengenai hal ini, telah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-'Utsaimiin rahimahullah, Beliau pernah ditanya tentang Pemilu di Kuwait dimana telah diketahui/terbukti bahwa mayoritas orang yang mengikuti Pemilu itu adalah kaum muslimin dan para aktifis dakwah yang kemudian terfitnah agamanya, Maka jawab beliau,

"Aku berpendapat bahwasannya Pemilu itu wajib. Kita wajib memilih orang yang kita pandang padanya terdapat kebaikan. Hal itu karena apabila orang-orang mundur, siapakah yang akan menempati tempat mereka ?. Orang-orang jelek/jahat dan orang-orang tak punya pendirian yang tidak memiliki kebaikan ataupun kejelekan, yang mengikuti setiap seruan. Maka sudah seharusnya kita memilih orang yang kita pandang shaalih."

Begitu juga dengan Lajnah Daaimah ( Komite Fatwa Saudi Arabia ) yang diketuai Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullahpernah ditanya : "Bolehkah ikut mencoblos dalam Pemilu dan mencalonkan diri padanya dimana negeri kami ini masih berhukum dengan selain hukum Allah ?

Setelah memaparkan ketidakbolehan mencalonkan diri dalam rangka turut serta dalam aturan yang berhukum dengan selain hukum Allah, dan memilih orang yang akan menyukseskan hukum selain hukum Allah; maka Lajnah berkata :

"Kecuali apabila orang yang mencalonkan dirinya itu dari kaum muslimin dan para pemilih berharap dengan masuknya orang itu ke sistem akan bersuara untuk perubahan agar berhukum dengan syari'at Islam, dan menjadikan hal itu sebagai sarana untuk menguasai sistem/aturan (pemerintahan), (maka hal ini diperbolehkan). Dengan ketentuan, orang yang mencalonkan dirinya tersebut setelah terpilih tidak menerima jabatan kecuali jabatan yang tidak berlawanan dengan syari'at Islam"

Berdasarkan fatwa dari kedua ulama tersebut, maka kita boleh ikut pemilu, dengan tujuan untuk memilih pemimpin yang shalih agar syari`at islam tegak dibawah kepemimpinan pemimpin tersebut.

Apakah yang Akan Menjadi Presiden Kita Seorang Kafir ?
Berdasarkan survei yang saat ini kita ketahui, semua calon presiden adalah muslim, baik orientasi mereka liberal atau tidak. Lantas kita kembali lagi ke pernyataan Ust. Bachtiar Nasir, beliau berkata,

"Di Solo Jokowi mewariskan pemimpin KAFIR, di Jakarta Jokowi juga mewariskan pemimpin KAFIR, dan selangkah lagi Jokowi akan KAFIRKAN Indonesia."

Semoga Allah selalu merahmati ustadz tersebut, karena bagaimanapun beliau adalah sal;ah satu dari penyeru islam di bumi Indonesia tercinta ini. Baiklah, pernyataan beliau ini akan kita bahas secara detail. Pertama, kita akan membahas tentang pernyataan "Di Solo Jokowi mewariskan pemimpin KAFIR".Kami bertanya pada antum semua, yang memilih Jokowi sebagai Gubernur DKI siapa ? Bukankah yang memilihnya menjadi seorang gubernur DKI adalah rakyat juga ? dan bukankah rakyat tahu bahwa setelah mereka memilih Jokowi sebagai gubernur yang akan menggantikannya menjadi walikota adalah wakilnya Bapak F.X. Hadi Rudyatmo yang bergama Katolik ?Lantas kenapa mereka tetap memilih Bapak Jokowi juga ? Nah, kalau ditinjau kembali ke poin pembahasan kita yang pertama, pemimpin itu merupakan cerminan dari rakyatnya, begitu rakyatnya dan begitulah pemimpinnya. Bapak F.X. Hadi Rudyatmo menjadi seorang walikota bagi Solo karena demikianlah cerminan masyarakat kota Solo.

Kemudian, kita bahas pernyataan kedua, "di Jakarta Jokowi juga mewariskan pemimpin KAFIR".  Demi Allah, bagaimana bisa Jokowi mewariskan pemimpin yang kafir ( Bapak Ahok ), jika masyarakat tidak memilihnya menjadi presiden ? Tidak akan bisa bukan ? Masyarakat begitu bersikeras menjadikan Jokowin sebagai presiden, namun mereka juga secara tegas menolak Bapak Ahok sebagai Gubernur, sebenarnya maunya rakyat ini apa sih ? Kok begitu plin - plan? Berdasarkan pernyataan ini, dapat kita tarik lagi kesimpulan, bahwa pemerintah itu adalah cerminan dari masyarakatnya, silahkan antum renung - renungkan sendiri.

Berada Di Bawah Pemerintahan Pemerintah Kafir
Kita masuk pada poin kedua terakhir, bagaimana sih kalau seandainya kita dipimpin oleh pemimpin yang kafir ? Antum tau negara Amerika Serikat kan? Apakah disana ada umat islam ? Jawabnya ada. Lantas apa yang harus mereka perbuat, sementara pemerintahan mereka kafir ? Seandainaya saja kita singgung masalah pemilu, siapa yang harus mereka pilih sementara semua calonnya kafir ? Dan lantas kenyataannya, setelah mereka memperoleh pemimpin negara yang kafir, apakah agama mereka terancam ? Nyatanya tidak. Bahkan, ulama dari Saudi sangat sering sekali berkunjung ke sana memberikan pengajian, dan bahkan mereka juga punya stasiun televisi sendiri, seperti stasiun televisi Huda Tv, yang tidak tanggung - tanggung, yang menisi acara di televisi ini semuanya badalah ulama kelas dunia, seperti, Syaikh Dr. Muhammad Salah, Syaikh Yusuf Estes, Dr. Zakir Naik, Syaikh Yassir Fazag, Syaikh Salim al-Amry,  Syaikh Abdur Rahim Green, Dr. Mamdouh Mohammed, Syaikh Dr. Bilal Philips, dan masih sangat banyak ulama lainnya yang kapasitas keilmuannya tentang islam sudah tidak diragukan lagi, semoga Allah merahmati mereka semua. Kalau kita cari di Indonesia akan sangat sulit kita temukan stasiun TV semacam ini, namun alhamdulillah masih ada Rodja Tv, Insan Tv, Wesal Tv, dan Ahsan Tv, alhamdulillah.

Oleh sebab itu saudaraku, bagaimana pun kaum kafir mencoba untuk menjatuhkan kita umat islam, sungguh Allah tetap bersama kita. Saya saja yang berorang tuakan Ayah dan Ibu yang beragama kristen tetap masih bisa menegakkan syariat islam, dan merasa lebih terpacu untuk mengakkan dan belajar agama islam dibanding mereka yang sudah jelas- jelas lahir dalam keadaan beragama islam, dan berorang tuakan islam pula.

Kesimpulan
Sebagai seorang rakyat, jika kita ingin mendapatkan pemimpin yang baik, hendaklah kita memperbaiki diri kita dahulu. Karena pemimpin yang baik itu merupakan hadiah dari Allah atas kebaikan amal yang kita perbuat pada Allah. Sebagaimana dikatakan oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal,

"Saatnya introspeksi diri, tidak perlu rakyat selalu menyalahkan pemimpin atau presidennya. Semuanya itu bermula dari kesalahan rakyat itu sendiri. Jika rakyat suka korupsi, begitulah keadaan pemimpin mereka. Jika mereka suka “suap”, maka demikian pula keadaan pemimpinnya. Jika mereka suka akan maksiat, demikianlah yang ada pada pemimpin mereka. Jika setiap rakyat memikirkan hal ini, maka tentu mereka tidak sibuk mengumbar aib penguasa di muka umum. Mereka malah akan sibuk memikirkan nasib mereka sendiri, merenungkan betapa banyak kesalahan dan dosa yang mereka perbuat."

Semoga tulisan ini dapat menjadi jawaban yang memuaskan bagi kita yang hatinya masih meragu, dan semoga Allah selalu memperkuat tali silaturrahmi dan hubungan kekeluargaan kita sesama umat islam.

Akhir kata, Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar